Minggu, 13 April 2014

makalah stoikiometri



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernahkah Anda membakar kayu? Berubah menjadi apakah kayu yang telah Anda bakar? Pembakaran kayu merupakan salah satu contoh reaksi kimia. Kayu yang terbakar akan mengalami perubahan wujud. Hasil pembakaran yang berupa abu, gas CO2, dan uap air tidak dapat berubah menjadi kayu kembali.
Pernahkah Anda membantu ibu membuat kue, apa yang dilakukan ibu? Ternyata ibu menambahkan setiap bumbu sesuai resep yang tercantum di buku resep, tidak melebihkan ataupun mengurangi. Mengapa ibu melakukan hal demikian? Apa yang terjadi jika ibu menambahkan bumbu secara berlebihan atau malah mengurangi? Ternyata kue yang dihasilkan malah rusak dan rasanya tidak enak. Demikian juga dalam reaksi kimia, setiap zat pereaksi dapat bereaksi menghasilkan zat hasil reaksi hanya jika jumlahnya sesuai proporsinya.
Setiap tahun para ahli kimia di seluruh dunia mensintesis ribuan jenis senyawa baru. Dahulu zat kimia diberi nama sesuai dengan nama penemunya, nama tempat, nama zat asal, sifat zat, dan lain-lain. Dengan semakin bertambahnya jumlah zat yang ditemukan baik alami ataupun buatan, maka perlu adanya tata nama yang dapat memudahkan penyebutan nama suatu zat. IUPAC (International Union Pure and Applied Chemistry) merupakan badan internasional yang membuat tata nama zat kimia yang ada di dunia ini. Akan tetapi, untuk kepentingan tertentu nama zat yang sudah lazim (nama trivial) sering digunakan karena telah diketahui khalayak. Contohnya nama asam cuka lebih dikenal dibanding asam asetat atau asam etanoat. Tatanama senyawa kimia ini berkaitan dengan adanya stoikiometri.
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata stoicheion yang berarti unsur dan metron yang berarti mengukur. Stoikiometri membahas tentang hubungan massa antarunsur dalam suatu senyawa (stoikiometri senyawa) dan antarzat dalam suatu reaksi (stoikiometri reaksi).
Pengukuran massa dalam reaksi kimia dimulai oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743 – 1794) yang menemukan bahwa pada reaksi kimia tidak terjadi perubahan massa (hukum kekekalan massa). Selanjutnya Joseph Louis Proust (1754 – 1826) menemukan bahwa unsur-unsur membentuk senyawa dalam perbandingan tertentu (hukum perbandingan tetap). Selanjutnya dalam rangka menyusun teori atomnya, John Dalton menemukan hukum dasar kimia yang ketiga, yang disebut hukum kelipatan perbandingan. Ketiga hukum tersebut merupakan dasar dari teori kimia yang pertama, yaitu teori atom yang dikemukakan oleh John Dalton sekitar tahun 1803. Menurut Dalton, setiap materi terdiri atas atom, unsur terdiri atas atom sejenis, sedangkan senyawa terdiri dari atom-atom yang berbeda dalam perbandingan tertentu. Namun demikian, Dalton belum dapat menentukan perbandingan atom-atom dalam senyawa (rumus kimia zat). Penetapan rumus kimia zat dapat dilakukan berkat penemuan Gay Lussac dan Avogadro. Setelah rumus kimia senyawa dapat ditentukan, maka perbandingan massa antaratom (Ar) maupun antarmolekul (Mr) dapat ditentukan. Pengetahuan tentang massa atom relatif dan rumus kimia senyawa merupakan dasar dari perhitungan kimia.
Semua yang berkaitan dengan tatanama senyawa dan persamaan reaksi, hukum-hukum dasar kimia, dan perhitungan kimia akan kita pelajari pada bab pembahasan berikut.

B. Rumusan Masalah
          Dari latar belakang di atas, kita bisa menentukan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1.      Apa-apa sajakah yang merupakan hukum dasar kimia?
2.      Bagaimanakah cara perhitungan kimia?


C. Tujuan Penulisan
          Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu :
1.      Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Kimia.
2.      Menambah wawasan tentang stoikiometri.
3.      Mengetahui lebih mendalam tentang stoikiometri yang kita temukan dalam kehidupan.

D. Manfaat Penulisan
            Adapun manfaat dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu :
1.      Sebagai pedoman untuk menambah pengetahuan dalam membuat suatu karya ilmiah.
2.      Sebagai referensi bagi penulis dalam pembuatan makalah berikutnya.
3.      Sebagai bahan bacaan.


















BAB II
PEMBAHASAN

1. Tatanama Senyawa
Di dalam semesta ini terdapat berjuta-juta senyawa, sehinga Komisi Tata Nama IUPAC (International Union for Pure and Applied Chemistry), suatu badan di bawah UNESCO menyusun suatu aturan. Tata nama senyawa yang digunakan secara seragam di seluruh dunia.
Nama ilmiah suatu unsur mempunyai asal-usul yang bermacam-macam. Ada yang didasarkan pada warna unsur seperti klorin (chloros = hijau), atau pada salah satu sifat dari unsur yang bersangkutan seperti fosfor (phosphorus =bercahaya) atau nama seorang ilmuwan yang sangat berjasa seperti einsteinium (untuk albert einstein). Untuk mencegah timbulnya perdebatan mengenai nama dan lambang unsur-unsur baru, Persatuan Kimia Murni dan Kimia Terapan (International Union Of Pure and Applied Chemistry = IUPAC) menetapkan aturan penamaan dan pemberian lambang untuk unsur-unsur temuan baru sebagai
berikut.
1)      Nama berakhir dengan ium, baik untuk unsur logam maupun nonlogam.
2)      Nama itu didasarkan pada nomor atom unsur, yaitu rangkaian akar kata yang menyatakan nomor atomnya.
0 = nil 4 = quad 7 = sept
1 = un 5 = pent 8 = okt
2 = bi 6 = hex 9 = enn
3 = tri
3)      Lambang unsur (tanda atom) terdiri atas tiga huruf yakni rangkaian huruf awal dari akar yang menyatakan nomor atom unsur tersebut.



Contoh:
a. Unsur nomor atom 107
 1   0    7
un nil sept + ium
Nama : Unnilseptium Lambang : Uns
b. Unsur nomor atom 105
1    0    5
un nil pent + ium
Nama : Unnilpentium Lambang : Unp
Namun, aturan penamaan IUPAC jarang digunakan. Setiap senyawa perlu mempunyai nama spesifik. Seperti halnya penamaan unsur, pada mulanya penamaan senyawa didasarkan pada berbagai hal, seperti nama tempat, nama orang, atau sifat tertentu dari senyawa yang bersangkutan.
Sebagai contoh:
a.       Garam glauber, yaitu natrium sulfat (Na2SO4) yang ditemukan oleh J. R. Glauber.
b.      Salmiak atau amonium klorida (NH4Cl), yaitu suatu garam yang awal mulanya diperoleh dari kotoran sapi di dekat kuil untuk dewa Jupiter Amon di Mesir.
c.       Soda pencuci, yaitu natrium karbonat (Na2CO3) yang digunakan untuk melunakkan air (membersihkan air dari ion Ca2+ dan ion Mg2+).
d.      Garam NaHCO3 (natrium bikarbonat) digunakan untuk pengembang dalam pembuatan kue.
Untuk memudahkan penamaan, senyawa dikelompokkan menjadi 2 yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa anorganik dibagi dua yaitu senyawa biner dan senyawa poliatomik. Senyawa biner adalah senyawa yang mengandung dua jenis unsur, sedangkan senyawa poliatomik terdiri atas lebih dari 2 jenis unsur.



1.1 Tatanama Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik terdiri dari senyawa biner dari logam dan non logam, senyawa biner dari non logam dan non logam, senyawa yang mengandung  poliatom senyawa asam, basa dan garam.
a. Senyawa Biner Dari Logam dan Nonlogam (Senyawa Ion)
Senyawa biner dari logam dan non-logam umumnya merupakan senyawa ion. Logam membentuk ion positif (kation) dan non-logam membentuk ion negatif (anion). Di bawah ini nama beberapa kation logam dan anion non-logam (monoatom) yang perlu dikuasai agar tidak mengalami kesukaran dalam penulisan rumus kimia dan nama senyawa.
Kation dari logam
Anion dari logam
Kation
Nama
Anion
Nama
Li+
Na+
K+
Mg2+
Ca2+
Ba2+
Al3+
Sn2+
Sn4+
Pb2+
Pb4+
Cu+
Cu2+
Ag+
Au+
Au3+
Zn2+
Cr3+
Fe2+
Fe3+
Ni2+
Pt2+
Pt4+
Litium
Natrium
Kalium
Magnesium
Kalsium
Barium
Aluminium
Timah (II)
Timah (IV)
Timbal (II)
Timbal (IV)
Tembaga (I)
Tembaga (II)
Perak (I)
Emas (I)
Emas (II)
Zink (seng)
Kromium
Besi (II)
Besi (III)
Nikel
Platina (II)
Platina (IV)
H
N3–
O2–
P3–
S2–
Se2–
F
Cl
Br
-
Si4–
As3–
Te2–
Hidrida
Nitrida
Oksida
Fosfida
Sulfida
Selenida
Fluorida
Klorida
Bromida
Iodida
Silisida
Arsenida
Telurida
Berikut ini nama senyawa biner logam dan non-logam:
1) Penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama anion dari logam
Contoh:
Rumus Kimia
Kation logam
Anion logam
Nama Senyawa
NaCl
MgF2
Na+
Mg2+
Cl
F
Natrium klorida
Magnesium fluorida
2)      Senyawa yang terbentuk haruslah bermuatan netral.
3)      Untuk logam yang dapat membentuk beberapa kation dengan muatan berbeda, maka muatan kationnya dinyatakan dengan angka Romawi.
Contoh:
Cu2O dan CuO. Atom Cu dapat membentuk kation Cu+ dan Cu2+. Karena oksida (O2-) mempunyai muatan -2, maka:
         kation tembaga pada Cu2O haruslah Cu+ agar menetralkan muatan O2-. Jadi, nama Cu2O adalah tembaga (I) oksida.
·         kation tembaga pada CuO karena kation tembaga hanya ada satu buah maka untuk menetralkan muatan O2- haruslah Cu2+.
b. Senyawa Biner dari NonLogam dan NonLogam (Senyawa Kovalen)
Senyawa biner dari dua non-logam umumnya adalah senyawa molekul. Tata nama senyawanya yaitu sebagai berikut:
1) Penamaan senyawa mengikuti urutan berikut
Bi – Si – As – C – P – N – H – S – I – Br – Cl – O – F
Contoh:
HCl (Nama H lalu nama Cl)
NH3 (Nama N lalu nama H)
2) Penamaan dimulai dari nama non-logam pertama diikuti nama non-logam
     kedua yang diberi akhiran –ida
Contoh:
HCl dinamakan hidrogen klorida
3) Jika dua jenis non-logam dapat membentuk lebih dari satu jenis senyawa, maka
    digunakan awalan Yunani sesuai angka indeks dalam rumus kimianya
1 = mono         6 = heksa
2 = di               7 = hepta
3 = tri              8 = okta
4 = tetra           9 = nona
5 = penta         10 = deka
Contoh:
• CO karbon monoksida
• CO2 karbon dioksida
• PCl3 fosforus triklorida
• P4O10 tetrafosforus dekaoksida
c. Senyawa yang mengandung poliatom
Ion-ion yang telah dibahas di atas merupakan ion-ion monoatom. Masing-masing ion terdiri atas atom tunggal. Ada pula ion-ion poliatom, yaitu dua atau lebih atom-atom terikat bersama-sama dalam satu ion yang dapat berupa kation poliatom dan anion poliatom. Di bawah ini beberapa ion poliatom dan namanya.
Rumus
Nama Ion
Anion dari logam
NH4+
OH
CN
NO2
NO3-
ClO
ClO2
ClO3
ClO4
BrO3
IO3
MnO4
MnO42–
CO32–
SO32–
SO42–
S2O32–
CrO42–
Cr2O72–
PO3
PO43–
amonium
hidroksida
sianida
nitrit
nitrat
klorit
hipoklorit
klorat
perklorat
bromat
iodat
permanganat
manganat
karbonat
sulfit
sulfat
tiosulfat
kromat
dikromat
fosfit
fosfat
NH4Cl
NaOH
NaCN
NaNO2
NaNO3
KClO
KClO2
KClO3
KClO4
KBrO3
KIO3
KMnO4
K2MnO4
Na2CO3
Na2SO3
Na2SO4
Na2S2O3
K2CrO4
K2Cr2O7
Na3PO3
Na3PO4
Tata nama senyawa ion yang mengandung poliatom yaitu sebagai berikut:
1) Untuk senyawa yang terdiri atas kation logam dan anion poliatom, maka
     penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama anion poliatom.
Contoh:
• NaOH dari Na+ dan OH_ nama senyawanya Natrium hidroksida;
• KMnO4 dari K+ dan MnO4- nama senyawanya Kalium permanganat;
• PbSO4 dari Pb2+ dan SO42- nama senyawanya Timbal (II) sulfat.
2) Untuk senyawa yang terdiri atas kation poliatom dan anion monoatom atau
     poliatom, penamaan dimulai dari nama kation poliatom diikuti nama anion
     monoatom atau poliatom.
Contoh:
• NH4Cl : ammonium klorida
• NH4CN : ammonium sianida
• (NH4)2SO4 : ammonium sulfat
d. Senyawa asam, basa, dan garam
1) Senyawa asam
Asam adalah zat kimia yang di dalam air dapat melepaskan ion H+. Misalnya adalah HCl; jika dilarutkan ke dalam air, maka akan terurai menjadi ion H+ dan ion Cl. Tata nama senyawa asam adalah sebagai berikut:


a) Untuk senyawa asam biner (terdiri atas dua jenis unsur), penamaan dimulai dari
    kata ‘asam’ diikuti nama sisa asamnya, yaitu anion non-logam.
Contoh:
• HF   : asam fluorida
• H2S : asam sulfida
b) Untuk senyawa asam yang terdiri dari 3 jenis unsur, penamaan dimulai dari
     kata ‘asam’ diikuti nama sisa asamnya, yaitu anion poliatom.
Contoh:
• HCN : asam sianida
• H2SO4 : asam sulfat
• HCH3COO : asam asetat
2) Basa
Basa adalah zat yang di dalam air dapat menghasilkan ion OH-. Pada umumnya, basa adalah senyawa ion yang terdiri dari kation logam dan anion OH-. Tata nama basa adalah nama kationnya diikuti kata hidroksida.
Contoh:
• NaOH : natrium hidroksida
• Ca(OH)2 : kalsium hidroksida
• Al (OH)3 : alumunium hidroksida
3) Garam
Garam adalah senyawa ion yang terdiri atas kation basa dan anion sisa asam. Rumus garam diperoleh dengan memberi angka indeks pada kation dan anionnya, sehingga jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif. Nama garam adalah rangkaian nama kation yang diikuti oleh nama anion.
Kation
Anion
Rumus Garam
Nama Garam
Na+
Ca2+
Al3+
NO3
NO3
SO4–2
NaNO3
Ca(NO3)2
Al2(SO4)3
natrium nitrat
kalsium nitrat
alumunium sulfat



1.2 Tatanama Senyawa Organik
Tata nama senyawa organik lebih kompleks daripada tata nama senyawa anorganik. Hal ini disebabkan sebagian besar senyawa organik tidak dapat ditentukan dari rumus kimianya saja, akan tetapi harus dari rumus strukturnya. Jumlah senyawa organik lebih banyak dibandingkan senyawa anorganik. Di sini akan dibahas tata nama untuk senyawa organik sederhana.
a. Senyawa organik paling sederhana hanya mengandung atom C dan H. Nama
    senyawa dimulai dengan awalan sesuai jumlah atom C dan diberi akhiran –ana.
Contoh :
Rumus Kimia
Jumlah Atom C
Awalan
Nama Senyawa
CH4
C2H6
C3H8
1
2
3
Met-
Et-
Prop-
Metana
Etana
Propana
b. Senyawa organik penting lainnya ialah benzen (C6H6). Penamaan senyawa jika
    atom H diganti dengan atom/gugus lainnya yaitu sebagai berikut:
Rumus Kimia
Jumlah Atom C
Nama Lazim
C6H6
C6H5OH
C6H5Cl
C6H5NH2
C6H5NO3
C6H5COO
Benzena
Hidroksibenzena Klorobenzena
Aminobenzena
Nitrobenzena
Asam karboksilat benzena
-
Fenol
-
Anilin
-
Asam Benzoat

2. Persamaan Reaksi
Persamaan reaksi menggambarkan reaksi kimia, yang terdiri atas rumus kimia zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi disertai koefisien dan fasa masing-masing.
2.1 Menulis Persamaan Reaksi
Reaksi kimia mengubah zat-zat asal (pereaksi) menjadi zat baru (produk). Sebagaimana telah dikemukakan oleh John Dalton, jenis dan jumlah atom yang terlibat dalam reaksi tidak berubah, tetapi ikatan kimia di antaranya berubah. Ikatan kimia dalam pereaksi diputuskan dan terbentuk ikatan baru dalam produknya. Atom-atom ditata ulang membentuk produk reaksi. Perubahan yang terjadi dapat dipaparkan dengan menggunakan rumus kimia zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Cara pemaparan ini kita sebut dengan persamaan reaksi.
Hal-hal yang digambarkan dalam persamaan reaksi adalah rumus kimia zat-zat pereaksi (reaktan) di sebelah kiri anak panah dan zat-zat hasil reaksi (produk) di sebelah kanan anak panah. Anak panah dibaca yang artinya “membentuk” atau “bereaksi menjadi”. Wujud atau keadaan zat-zat pereaksi dan hasil reaksi ada empat macam, yaitu gas (g), cairan (liquid atau l), zat padat (solid atau s) dan larutan (aqueous atau aq). Bilangan yang mendahului rumus kimia zat-zat dalam persamaan reaksi disebut koefisien reaksi. Koefisien reaksi diberikan untuk menyetarakan atom-atom sebelum dan sesudah reaksi. Selain untuk menyetarakan persamaan reaksi, koefisien reaksi menyatakan perbandingan paling sederhana dari partikel zat yang terlibat dalam reaksi. Misalnya, reaksi antara gas hidrogen dengan gas oksigen membentuk air sebagai berikut.
                   Pereaksi / Reaktan                               Produksi
      2 H2 (g)            +          O2 (g)                 à        2 H2O (l)
                                                                                     
Koefisien H2 = 2          Koefisien O2 = 1           Koefisien H2O = 2
Berdasarkan persamaan reaksi di atas, berarti 2 molekul hidrogen bereaksi
dengan 1 molekul oksigen membentuk 2 molekul H2O. Oleh karena itu sebaiknya dihindari koefisien pecahan karena dapat memberi pengertian seolaholah partikel materi (atom atau molekul) dapat dipecah. Penulisan persamaan reaksi dapat dilakukan dalam dua langkah sebagai berikut.
1)      Menuliskan rumus kimia zat-zat pereaksi dan produk, lengkap dengan keterangan tentang wujudnya.
2)      Penyetaraan, yaitu memberi koefisien yang sesuai, sehingga jumlah atom ruas kiri sama dengan jumlah atom ruas kanan.



Contoh :
Tuliskan dan setarakan persamaan reaksi antara logam aluminium yang bereaksi dengan larutan asam sulfat membentuk larutan aluminium sulfat dan gas hidrogen!
Jawab :
Langkah 1 : Menuliskan persamaan reaksi.
                    Al(s) + H2SO­4(aq) à Al2(SO4)(aq) + H2(g)    (belum setara)
                                                                       
                   Jumlah atom di kiri       Jumlah atom di kanan
                             Al = 1                              Al = 2
                             H = 2                               H = 2
                             S = 1                                S = 3
                             O = 4                               O = 12
Langkah 2 : Meletakkan koefisien 2 di depan Al, sehingga jumlah atom Al di ruas
                    kiri menjadi 1 × 2 = 2 buah Al (setara dengan jumlah Al di ruas   
                    kanan).
Langkah 3 : Meletakkan koefisien 3 di depan H2SO4 , sehingga di ruas kiri                      
                    jumlah atom H menjadi 6, atom S menjadi 3, dan jumlah atom O
                    menjadi 12.
Langkah 4 : Jumlah atom S dan O ruas kiri sudah sama dengan ruas kanan,
        sedangkan atom H ruas kanan belum setara dengan ruas kiri.
Langkah 5 : Meletakkan koefisien 3 di depan H2, sehingga jumlah atom H ruas
                    kanan menjadi 6, setara dengan ruas kiri.
Persamaan reaksi menjadi setara:
2 Al(s) + 3 H2SO­4(aq) à Al2(SO4)(aq) + 3 H2(g)
2.2 Penyetaraan Persamaan Reaksi
Banyak reaksi dapat disetarakan dengan jalan mencoba/menebak, akan tetapi sebagai permulaan dapat mengikuti langkah berikut.
1)      Pilihlah satu rumus kimia yang paling rumit, tetapkan koefisiennya sama dengan 1.
2)      Zat-zat yang lain tetapkan koefisien sementara dengan huruf.
3)      Setarakan dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang tadi diberi koefisien 1.
4)      Setarakan unsur lainnya. Biasanya akan membantu jika atom O disetarakan paling akhir.
Contoh :
Tuliskan dan setarakan persamaan reaksi antara gas metana (CH4) dengan gas oksigen membentuk gas karbon dioksida dan uap air.
Jawab :
Langkah 1 : Menuliskan rumus kimia dan persamaan reaksi.
                    CH4(g) + O2(g) à CO2(g) + H2O (l)
Langkah 2 : Penyetaraan.
a.       Tetapkan koefisien CH4 = 1, sedangkan koefisien lain dimisalkan dengan huruf.
1 CH4(g) + a O2(g) à b CO2(g) + c H2O (l)
b.      Setarakan jumlah atom C dan H.
Jumlah Atom di Ruas Kiri
Jumlah Atom di Ruas Kanan
 =
C = 1
C = b
b = 1
H = 4
H= 2c
2c = 4, maka c = 2
c.       Kita substitusikan persamaan b dan c sehingga menjadi
1 CH4(g) + a O2(g) à 1 CO2(g) + 2 H2O (l)
d.      Kita setarakan jumlah atom O
Jumlah Atom di Ruas Kiri
Jumlah Atom di Ruas Kanan
 =
O = 2a
O = 2 + 2 = 4
2a = 4 , maka a = 2
e.       Persamaan reaksi setara berikutnya adalah
1 CH4(g) + 2 O2(g) à 1 CO2(g) + 2 H2O (l)
Untuk selanjutnya koefisien 1 tidak pernah ditulis sehingga menjadi :
CH4(g) + 2 O2(g) à CO2(g) + 2 H2O (l)


3. Hukum-Hukum Dasar Kimia
3.1 Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
Apabila kita membakar kayu, maka hasil pembakaran hanya tersisa abu yang massanya lebih ringan dari kayu. Hal ini bukan berarti ada massa yang hilang. Akan tetapi, pada proses ini kayu bereaksi dengan gas oksigen menghasilkan abu, gas karbon dioksida, dan uap air. Jika massa gas karbon dioksida dan uap air yang menguap diperhitungkan, maka hasilnya akan sama.
Kayu + gas oksigen à abu + gas karbondioksida + uap air
Massa (kayu + gas oksigen) = massa (abu + gas karbondioksida + uap air)
Antoine Lavoisier (1743–1794) seorang pelopor yang percaya pentingnya membuat pengamatan kuantitatif dalam eksperimen, mencoba memanaskan 530 gram logam merkuri dalam wadah terhubung udara dalam silinder ukur pada sistem tertutup. Ternyata volume udara dalam silinder berkurang 1/5 bagian. Logam merkuri berubah menjadi merkuri oksida sebanyak 572,4 gram. Besarnya kenaikkan massa merkuri sebesar 42,4 gram adalah sama dengan 1/5 bagian udara yang hilang yaitu oksigen.
Logam merkuri + gas oksigen à merkuri oksida
                                530 gram          42,4 gram          572,4 gram
Berdasarkan percobaan di atas Lavoisier merumuskan Hukum Kekekalan Massa yang berbunyi: Dalam reaksi kimia, massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama.
3.2 Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
Tahun 1799 Joseph Proust melakukan percobaan dengan mereaksikan hidrogen dan oksigen. Ternyata hidrogen dan oksigen selalu bereaksi membentuk air dengan perbandingan massa yang tetap yaitu 1 : 8.
Massa H (gram)
Massa O (gram)
Massa H2O (gram)
Sisa H atau O (gram)
1
2
1
2
8
8
9
16
9
9
9
18
0
1 gram hidrogen
1 gram oksigen
0
Berdasarkan hasil percobaan yang diperolehnya, dia menyimpulkan bahwa: Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap.
3.3 Hukum Kelipatan Perbandingan (Hukum Dalton)
Dua unsur dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa. Misalnya unsur karbon dengan oksigen dapat membentuk karbon monoksida dan karbon dioksida. John Dalton (1766–1844) mengamati adanya suatu keteraturan perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa. Berdasarkan percobaan yang dilakukan Dalton diperoleh data sebagai berikut:
Jenis Senyawa
Massa hasil Nitrogen (gram)
Massa hasil Oksigen (gram)
Massa senyawa terbentuk (gram)
Nitrogen monoksida
Nitrogen dioksida
0,875
1,75
1,00
1,00
1,875
2,75
Perbandingan nitrogen dalam senyawa nitrogen dioksida dan nitrogen monoksida:
1,75 / 0,875 = 2 / 1
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Dalton menyimpulkan bahwa:
Jika dua jenis unsur bergabung membentuk lebih dari satu macam senyawa maka perbandingan massa unsur dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat sederhana.
3.4 Hukum Perbandingan Volume (Hukum Gay-Lussac)
Di awal tahun 1781 Joseph Priestley (1733–1804) menemukan hidrogen dapat bereaksi dengan oksigen membentuk air, kemudian Henry Cavendish (1731–1810) menemukan volume hidrogen dan oksigen yang bereaksi membentuk uap air mempunyai perbandingan 2 : 1. Dilanjutkan William Nicholson dan Anthony Carlise berhasil menguraikan air menjadi gas hidrogen dan oksigen melalui proses elektrolisis. Ternyata perbandingan volume hidrogen dan oksigen yang terbentuk 2 : 1. Pada tahun 1808 Joseph Louis Gay-Lussac (1778–1850) berhasil mengukur volume uap air yang terbentuk, sehingga diperoleh perbandingan volume hidrogen : oksigen : uap air = 2 : 1 : 2.
Gas Hidrogen + Gas Oksigen à  Uap Air
                                      2 H2 (g)      +       O2 (g)    à 2 H2O (g)

Perbandingan tersebut berupa bilangan bulat sederhana. Berdasarkan hasil percobaan ini, Gay-Lussac menyimpulkan bahwa:
Pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat sederhana.    

4. Perhitungan Kimia
Pada awal abad ke-19, banyak penelitian dilakukan terhadap sifat gas. Salah seorang peneliti sifat gas yaitu ahli kimia berkebangsaan Prancis yang bernama Joseph Louis Gay Lussac (1778 – 1850). Pada tahun 1808, ia melakukan serangkaian percobaan untuk mengukur volume gas-gas yang bereaksi. Disimpulkannya bahwa pada temperatur dan tekanan sama, perbandingan volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas hasil reaksi merupakan perbandingan bilangan bulat dan sederhana. Temuan Gay Lussac ini dikenal sebagai hukum perbandingan volume. Tetapi kemudian timbul pertanyaan. Mengapa pada tekanan dan temperatur yang sama perbandingan volume gas yang bereaksi dan hasil reaksi merupakan perbandingan bilangan bulat dan sederhana?
4.1 Penentuan Volume Gas Pereaksi dan Hasil Reaksi
Pertanyaan yang timbul setelah Gay Lussac mengemukakan hukum perbandingan volume dapat dipecahkan oleh seorang ahli fisika Italia yang bernama Amadeo Avogadro pada tahun 1811.
Menurut Avogadro:
Gas-gas yang volumenya sama, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan memiliki jumlah molekul yang sama pula”.
Oleh karena perbandingan volume gas hidrogen, gas oksigen, dan uap air pada reaksi pembentukan uap air = 2 : 1 : 2 maka perbandingan jumlah molekul hidrogen, oksigen, dan uap air juga 2 : 1 : 2. Jumlah atom tiap unsur tidak berkurang atau bertambah dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, molekul gas hidrogen dan molekul gas oksigen harus merupakan molekul dwiatom, sedangkan molekul uap air harus merupakan molekul triatom.
Perbandingan volume gas dalam suatu reaksi sesuai dengan koefisien reaksi gas-gas tersebut. Hal ini berarti bahwa, jika volume salah satu gas diketahui, volume gas yang lain dapat ditentukan dengan cara membandingkan koefisien reaksinya.    
Contoh :
Pada reaksi pembentukan air
2 H2 (g)      +    O2 (g)    à 2 H2O (g)
Jika volume gas H2 yang diukur pada suhu 25°C dan tekanan 1 atm sebanyak 10 L volume gas O2 dan H2O pada tekanan dan suhu yang sama dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut.           
Volume H2 : Volume O2 = Koefisien H2 : Koefisien O2
Volume O2      =  x Volume H2
Volume O2      =  x 10 L = 5 L
Volume H2O   =  x 10 L = 10 L
4.2 Massa Atom Relatif dan Massa Molekul Realtif
Setelah ditemukan peralatan yang sangat peka di awal abad XX, para ahli kimia melakukan percobaan tentang massa satu atom. Sebagai contoh, dilakukan percobaan untuk mengukur.
1. massa satu atom H = 1,66 x 10–24 g
2. massa satu atom O = 2,70 x 10–23 g
3. massa satu atom C = 1,99 x 10–23 g
Dari data di atas dapat dilihat bahwa massa satu atom sangat kecil. Para ahli sepakat menggunakan besaran Satuan Massa Atom (sma) atau Atomic Massa Unit (amu) atau biasa disebut juga satuan Dalton. Pada materi struktur atom, Anda telah mempelajari juga bahwa atom sangatlah kecil, oleh karena itu tidak mungkin menimbang atom dengan menggunakan neraca.

a. Massa Atom Relatif (Ar)
Para ahli menggunakan isotop karbon C–12 sebagai standar dengan massa atom relatif sebesar 12. Massa atom relatif menyatakan perbandingan massa rata-rata satu atom suatu unsur terhadap 1/12 massa atom C–12. Atau dapat dituliskan:
1 satuan massa atom (amu) = 1/12 massa 1 atom C–12
Contoh:
Massa atom rata-rata oksigen 1,33 kali lebih besar dari pada massa atom C –12.
Maka: Ar O = 1,33 x Ar C–12
                    = 1,33 x 12
        = 15,96
Para ahli membandingkan massa atom yang berbeda-beda, menggunakan skala massa atom relatif dengan lambang ”Ar”.
Para ahli memutuskan untuk menggunakan C–12 atau isotop 12C karena mempunyai kestabilan inti yang inert dibanding atom lainnya. Isotop atom C–12 mempunyai massa atom 12 sma. Satu sma sama dengan 1,6605655 x 10–24 g. Dengan digunakannya isotop 12C sebagai standar maka dapat ditentukan massa atom unsur yang lain. Massa atom relatif suatu unsur (Ar) adalah bilangan yang menyatakan perbandingan massa satu atom unsur tersebut dengan 1/12 massa satu atom C–12.
Ar X =
Contoh Soal :
Jika diketahui massa 1 atom oksigen 2,70 x 10–23 g, berapakah Ar atom O jika massa atom C 1,99 x 10–23 g?
Jawab :
Ar O =
Ar O =
Ar O = 16,283
Besarnya harga Ar juga ditentukan oleh harga rata-rata isotop tersebut. Sebagai contoh, di alam terdapat 35Cl dan 37Cl dengan perbandingan 75% dan 25% maka Ar Cl dapat dihitung dengan cara:
Ar Cl = (75% x 35) + (25% x 37) = 35,5
Ar merupakan angka perbandingan sehingga tidak memiliki satuan. Ar dapat dilihat pada Tabel Periodik Unsur (TPU) dan selalu dicantumkan dalam satuan soal apabila diperlukan.
b. Massa Molekul Relatif (Mr)
Molekul merupakan gabungan dari beberapa unsur dengan perbandingan tertentu. Unsur-unsur yang sama bergabung membentuk molekul unsur, sedangkan unsur-unsur yang berbeda membentuk molekul senyawa. Massa molekul unsur atau senyawa dinyatakan oleh massa molekul (Mr). Massa molekul relatif adalah perbandingan massa molekul unsur atau senyawa terhadap 1/12 dikali massa atom C–12. Secara matematis dapat dinyatakan:
Mr (unsur) =
Mr (senyawa) =
Massa molekul dapat dihitung dengan menjumlahkan Ar dari atom-atom pembentuk molekul tersebut.
Mr = r atom penyusun
Contoh Soal :
Diketahui massa atom relatif (Ar) beberapa unsur sebagai berikut.
Ca = 40
O = 16
H = 1
Tentukan massa molekul relatif (Mr) senyawa Ca(OH)2!
Jawab:
Satu molekul Ca(OH)2 mengandung 1 atom Ca, 2 atom O, dan 2 atom H.
Mr Ca(OH)2 = Ar Ca + (2 Ar O) + (2 Ar H)
         = 40 + (2 x 16) + (2 x 1) = 40 + 32 + 2 = 74
4.3 Konsep Mol dan Tetapan Avogadro
Apabila Anda mereaksikan satu atom karbon (C) dengan satu molekul oksigen (O2) maka akan terbentuk satu molekul CO2. Tetapi sebenarnya yang Anda reaksikan bukan satu atom karbon dengan satu molekul oksigen, melainkan sejumlah besar atom karbon dan sejumlah besar molekul oksigen. Oleh karena jumlah atom atau jumlah molekul yang bereaksi begitu besarnya maka untuk menyatakannya, para ahli kimia menggunakan ”mol” sebagai satuan jumlah partikel (molekul, atom, atau ion).
Satu mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang mengandung partikel zat itu sebanyak atom yang terdapat dalam 12,000 g atom karbon –12. Jadi, dalam satu mol suatu zat terdapat 6,022 x 1023 partikel. Nilai 6,022 x 1023 partikel per mol disebut sebagai tetapan Avogadro, dengan lambang L atau N.
Dalam kehidupan sehari-hari, mol dapat dianalogikan sebagai ”lusin”. Jika lusin menyatakan jumlah 12 buah, mol menyatakan jumlah 6,022 x 1023 partikel zat.
Kata partikel pada NaCl, H2O, dan N2 dapat dinyatakan dengan ion dan molekul, sedangkan pada unsur seperti Zn, C, dan Al dapat dinyatakan dengan atom.
Nama Senyawa
Rumus
Jumlah
Jenis Partikel
Jumlah Partikel
Seng
Aluminium
Natrium Klorida
Air
Zn
Al
NaCl
H2O
1 mol
1 mol
1 mol
1 mol
Atom
Atom
Ion
Molekul
1 x (6,022 x 1023) atom
1 x (6,022 x 1023) atom
1 x (6,022 x 1023) molekul
1 x (6,022 x 1023) molekul
Rumus kimia suatu senyawa menunjukkan perbandingan jumlah atom yang ada dalam senyawa tersebut.
Jumlah H2SO4
Jumlah Atom H
Jumlah Atom S
Jumlah Atom O
1
1 mol
1 x (6,022x1023)
2
2 mol
2 x (6,022 x 1023)
1
1 mol
1 x (6,022 x 1023)
4
4 mol
4 x (6,022 x 1023)

1 mol zat mengandung 6,022 x 1023 partikel
Contoh Soal :
1. Pada satu molekul air (H2O) terdapat 6,022 x 1023 molekul H2O.
    Ada berapa atom dalam 1 mol air tersebut?
Jawab:
Satu molekul air (H2O) tersusun oleh 2 atom H dan 1 atom O.
Jadi 1 molekul air tersusun oleh 3 atom.
1 mol H2O mengandung 6,022 x 1023 molekul atau
3 x 6,022 x 1023 atom  = 1,806 x 1024 atom
2. Tentukan jumlah atom yang terdapat dalam 0,5 mol belerang!
Jawab:
0,5 mol belerang = 0,5 mol x N
= 0,5 mol x 6,02 x 1023 atom belerang
= 3,01 x 1023 atom belerang
3. Dalam 5 mol asam sulfat (H2SO4), tentukan jumlah atom H, S, dan O!
Jawab:
Jumlah molekul = 5 mol x N
   = 5 mol x 6,02 x 1023
   = 3,01 x 1024 molekul
Jumlah atom H = 2 x 6,02 x 1023 atom = 12,04 x 1023 atom
Jumlah atom S = 1 x 6,02 x 1023 atom = 6,02 x 1023 atom
Jumlah atom O = 4 x 6,02 x 1023 atom = 24,08 x 1023 atom
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan mengenai hubungan jumlah mol (n) dengan jumlah partikel, yang secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jumlah partikel = n x N
Di mana:
n = jumlah mol
N= bilangan Avogadro
a. Massa Molar (Mr)
Massa satu mol zat dinamakan massa molar (lambang Mr). Besarnya massa molar zat adalah massa atom relatif atau massa molekul relatif zat yang dinyatakan dalam satuan gram per mol.
Massa molar = Mr atau Ar zat (g/mol)
Perhatikan contoh pada tabel berikut !
Nama Zat
Rumus
Ar dan Mr
Massa Molar
Besi
Air
Garam Dapur
Karbon
Fe
H2O
NaCl
C
Ar = 56
Mr = 18
Mr = 53,5
Ar = 12
56 g/mol
18 g/mol
53,5 g/mol
12 g/mol
Massa suatu zat merupakan perkalian massa molarnya (g/mol) dengan mol zat tersebut (n). Jadi hubungan mol suatu zat dengan massanya dapat dinyatakan sebagai berikut.

                                     Dikali massa molar

                   Mol                                                                              Massa 

                                                 Dibagi massa molar

Secara matematis, dapat dinyatakan sebagai berikut.
Massa molar = massa : mol
Massa = mol x Mr/Ar (massa molar)
Contoh Soal :
Diketahui 6 g urea (CO(NH2)2) jika Ar : H = 1, C = 12, N = 14, O = 16, tentukan:
a. mol urea
b. jumlah partikel
Jawab:
Mr urea = 12 + 16 + (16 􀁵 2) = 60
a. mol urea =  =  = 0,1 mol
b. jumlah partikel = n x N
     = 0,1 x 6,02 x 1023 molekul
     = 0,602 x 1023 molekul
     = 6,02 x 1024 molekul
b. Volume Molar (Vm)
Volume satu mol zat dalam wujud gas dinamakan volume molar, yang dilambangkan dengan Vm.
Berapakah volume molar gas? Bagaimana menghitung volume sejumlah tertentu gas pada suhu dan tekanan tertentu? Avogadro dalam percobaannya mendapat kesimpulan bahwa 1 L gas oksigen pada suhu 0° C dan tekanan 1 atm mempunyai massa 1,4286 g, atau dapat dinyatakan bahwa pada tekanan 1 atm:
1 L gas O2 =  mol
1 L gas O2 =  mol
1 mol gas O2 =  liter
Maka, berdasarkan hukum Avogadro dapat disimpulkan:
1 mol gas O2 = 22,4 L
Sesuai dengan hukum Avogadro yang menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas yang sama mengandung jumlah molekul yang sama atau banyaknya mol dari tiap-tiap gas volumenya sama. Berdasarkan hukum tersebut berlaku volume 1 mol setiap gas dalam keadaan standar (suhu 0° C dan tekanan 1 atm) sebagai berikut.
Volume gas dalam keadaan standar = 22,4 L
c. Volume gas pada keadaan tidak standar
Perhitungan volume gas tidak dalam keadaan standar (non-STP) digunakan dua pendekatan sebagai berikut.
1) Persamaan Gas Ideal
Dengan mengandaikan gas yang akan diukur bersifat ideal, persamaan yang menghubungkan jumlah mol (n) gas, tekanan, suhu, dan volume yaitu:
Hukum gas ideal : P . V = n . R . T
P = tekanan (satuan atmosfir, atm)
V = volume (satuan liter, L)
n = jumlah mol gas (satuan mol)
R = tetapan gas (0,08205 L atm/mol K)
T = suhu mutlak (°C + 273,15 K)
P.V = n.R.T à V=
Jika, n = 1 mol
        R = 0,08205 L atm/mol K
        P = 1 atm
        T = 273 K
V =  = 22,4 L
Contoh Soal :
Tentukan volume dari 4,4 g gas CO2 yang diukur pada tekanan 2 atm dan suhu 27° C! (Ar : C = 12, O = 16)
Jawab :
Mol CO2 =  =  = 0,1 mol
Volume CO2 =  =  = 1,21 L
2) Dengan konversi gas pada suhu dan tekanan yang sama
Menurut hukum Avogadro, perbandingan gas-gas yang jumlah molnya sama memiliki volume sama. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.
 =
Di mana:
n1 = mol gas 1                         V1 = volume gas 1
n2 = mol gas 2                         V2 = volume gas 2
d. Molaritas (M)
Banyaknya zat yang terdapat dalam suatu larutan dapat diketahui dengan menggunakan konsentrasi larutan yang dinyatakan dalam molaritas (M). Molaritas menyatakan banyaknya mol zat dalam 1 L larutan. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut.
M =  x
Di mana:
M = molaritas (satuan M)
massa = dalam satuan g
Mr = massa molar (satuan g/mol)
V = volume (satuan mL)
4.4 Rumus Molekul dan Kadar Unsur Dalam Senyawa
Perbandingan massa dan kadar unsur dalam suatu senyawa dapat ditentukan dari rumus molekulnya.
Kadar unsur =  x 100%
a. Penentuan Rumus Empiris dan Rumus Molekul
Rumus kimia menunjukkan jenis atom unsur dan jumlah relatif masing-masing unsur yang terdapat dalam zat. Banyaknya unsur yang terdapat dalam zat ditunjukkan dengan angka indeks.
Rumus kimia dapat berupa rumus empiris dan rumus molekul. ”Rumus empiris, rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun senyawa”. ”Rumus molekul, rumus yamg menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa”. Perhatikan contoh rumus molekul dan rumus empiris beberapa senyawa dalam tabel berikut.
Nama Zat
Rumus Molekul
Rumus Empiris
Air
Glukosa
Benzena
Etilena
Asetilena
H2O
C6H12O6
C6H6
C2H4
C2H2
H2O
CH2O
CH
CH2
CH
Rumus Molekul = (Rumus Empiris)n
Mr Rumus Molekul = n x (Mr Rumus Empiris)
n = bilangan bulat
Penentuan rumus empiris dan rumus molekul suatu senyawa dapat
ditempuh dengan langkah berikut.
1. Cari massa (persentase) tiap unsur penyusun senyawa,
2. Ubah ke satuan mol,
3. Perbandingan mol tiap unsur merupakan rumus empiris,
4. Cari rumus molekul dengan cara:
    (Mr rumus empiris)n = Mr rumus molekul, n dapat dihitung,
5. Kalikan n yang diperoleh dari hitungan dengan rumus empiris.
b. Menentukan Rumus Kimia Hidrat (Air Kristal)
Hidrat adalah senyawa kristal padat yang mengandung air kristal (H2O). Rumus kimia senyawa kristal padat sudah diketahui. Jadi pada dasarnya penentuan rumus hidrat merupakan penentuan jumlah molekul air kristal (H2O) atau nilai x. Secara umum, rumus hidrat dapat ditulis sebagai berikut.
Rumus kimia senyawa kristal padat : x . H2O
Sebagai contoh garam kalsium sulfat, memiliki rumus kimia CaSO4 . 2H2O, artinya dalam setiap satu mol CaSO4 terdapat 2 mol H2O.
c. Hitungan Kimia
Penentuan jumlah pereaksi dan hasil reaksi yang terlibat dalam reaksi harus diperhitungkan dalam satuan mol. Artinya, satuan-satuan yang diketahui harus diubah ke dalam bentuk mol. Metode ini disebut metode pendekatan mol.
Adapun langkah-langkah metode pendekatan mol tersebut dapat Anda simak dalam bagan berikut.
1.      Tuliskan persamaan reaksi dari soal yang ditanyakan dan setarakan.
2.      Ubahlah semua satuan yang diketahui dari tiap-tiap zat ke dalam mol.
3.      Gunakanlah koefisien reaksi untuk menyeimbangkan banyaknya mol zat reaktan dan produk.
4.      Ubahlah satuan mol dari zat yang ditanyakan ke dalam satuan yang ditanya (L atau g atau partikel, dll.).
d. Pereaksi Pembatas
Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang dicampurkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti bahwa ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi lebih dahulu. Pereaksi demikian disebut pereaksi pembatas. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Anda perhatikan gambar di bawah ini!
X + 2Y à XY2
                                                                                                = molekul zat X
                        +                 à                 +                              = molekul zat Y
                                                                                                 = molekul zat XY2

Reaksi di atas memperlihatkan bahwa menurut koefisien reaksi, satu mol zat X membutuhkan dua mol zat Y. Gambar di atas menunjukkan bahwa tiga molekul zat X direaksikan dengan empat molekul zat Y. Setelah reaksi berlangsung, banyaknya molekul zat X yang bereaksi hanya dua molekul dan satu molekul tersisa. Sementara itu, empat molekul zat Y habis bereaksi. Maka zat Y ini disebut pereaksi pembatas.
Pereaksi pembatas merupakan reaktan yang habis bereaksi dan tidak bersisa di akhir reaksi. Dalam hitungan kimia, pereaksi pembatas dapat ditentukan dengan cara membagi semua mol reaktan dengan koefisiennya, lalu pereaksi yang mempunyai nilai hasil bagi terkecil merupakan pereaksi pembatas.

















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari bab pembahasan di atas,  maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam penamaan senyawa anorganik dan organik ada aturan-aturan tertentu yang harus dipenuhi. Dalam persamaan reaksi, ada langkah-langkah tertentu untuk menyelesaikannya, yaitu mulai dengan menuliskan persamaan reaksinya diikuti dengan penyetaraan koefisien tiap senyawa. Adapun hukum-hukum dasar kimia yang meliputi stoikiometri yaitu hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier), hukum perbandingan tetap (Proust), hukum kelipatan perbandingan (Dalton), dan hukum perbandingan Volume (Gay-Lussac). Sedangkan dalam perhitungan kimia, dikenal adanya penentuan volume gas dan hasil reaksi, massa atom relatif dan massa molekul relatif, konsep mol dan tetapan Avogadro, rumus molekul serta kadar unsur dalam senyawa.

B. Saran
            Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu :
1.      Sebaiknya pihak universitas membatasi mahasiswa dalam pengambilan materi penulisan karya ilmiah melalui internet agar mahasiswa lebih termotivasi dalam menemukan bahan atau materi lewat beberapa buku di perpustakaan dan agar mahasiswa lebih termotivasi untuk membaca buku.
2.      Sebaiknya mahasiswa lebih mendalami pemahaman materi stoikiometri   karena materi ini merupakan materi dari salah satu mata kuliah umum yang perlu diluluskan untuk pengambilan SKS berikutnya.
3.      Seharusnya diberikan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan makalah stoikiometri ini karena mempertimbangkan masih banyak perhitungan-perhitungan yang seharusnya dicantumkan dalam makalah ini, dan adanya tantangan lain berupa tugas-tugas MKU lain.
DAFTAR PUSTAKA

Harnanto, Ari dan Ruminten. 2009. Kimia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat  Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Permana, Irvan. 2009. Memahami Kimia 1 untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Setyawati, Arifatun Arifah. 2009. Mengkaji Fenomena Alam untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Utami, Budi, Agung Nugroho Catur Saputro, Lina Mahardiani, Sri Yamtinah dan Bakti Mulyani. 2009. Kimia untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.


1 komentar: